Pages

Subscribe:

Ads 468x60px

Senin, 26 Desember 2011

Asumsi Dasar Ekonomi Makro RAPBN 2012 Dianggap Membingungkan


News - Asumsi dasar ekonomi makro yang teruang dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) dinilai membingungkan.

Pasalnya, pemerintah memperkirakan inflasi bakal mengalami penurunan menjadi 5,3 persen, namun di sisi lain suku bunga Surat Perbendaharaan Negara (SBN) untuk jangka tiga bulan diperkirakan mencapai 6,5 persen.

Menurut Chief Economist Mandiri Sekuritas, Destry Damayanti, para ekonom tentunya akan kebingungan melihat rumusan RAPBN 2012, khususnya pada bagian asumsi dasar ekonomi makro.

“Asumsi pemerintah, inflasi akan turun menjadi 5,3 persen, tetapi suku bunga SPN 3 bulan malah diperkirakan tinggi, sebesar 6,5 persen,” ucap Destry dalam sebuah perbincangan di Plaza Madiri Jakarta, Senin (22/8).

Asumsi turunnya inflasi menjadi 5,3 persen, tambah Destry, dipastikan juga sudah memperhitungkan bahwa tidak ada kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). “Tetapi kok suku bunga, yield-nya malah naik ke 6,5 persen. Nah, ini sebenarnya agak membingungkan,” ujar dia.

Destry menambahkan, mestinya budget pemerintah harus bisa memberikan gambaran yang jelas kepada publik, terkait dengan perkembangan ekonomi Indonesia di masa mendatang. “Tetapi ternyata agak sulit untuk membaca asumsi pemerintah,” ungkap Destry.

Sementara itu, menurut Destry, catatan menarik dari Mandiri Sekuritas justru bukan hanya pada angka SPN 3 bulan, namun juga pada lifting minyak. Pada RAPBN 2012, pemerintah mengasumsikan lifting minyak mengalami kenaikan menjadi 950 ribu barel per hari, sedikit di atas APBN-P yang sebesar 945 ribu barel per hari.

“Ini artinya harus ada investasi baru, khususnya di sektor minyak dan gas. Dengan dana pemerintah, ini juga bisa dialokasikan ke sini. Atau dengan pembaruan sumur-sumur yang dianggap sudah kurang produktif,” kata Destry.

Destry menambahkan, asumsi dasar makro mengenai pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan terjadi kenaikan menjadi 6,7 persen, terbilang cukup masuk akal, karena secara sektoral pertumbuhannya cukup merata. “Sektor manufaktur mencapai pertumbuhan tertinggi sejak krisis, pada triwulan kedua 2011 mencapai 24,3 persen, atau tumbuh sekitar 6,1 persen (year on year). Sektor industri kita memang sedang bergeliat,” tutur Destry. (Aan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar